Jumat, 27 Maret 2009

Cahaya Pusaka Putra Betawie

Siap-siap latihan buat ngarak tahun 2009










Video Palang Pintu Betawi PS. Cahaya Pusaka Putra Betawi Tahun 2009, saat peletakan batu pertama di Pasar Gembrong Jakarta Timur yang dihadiri oleh Bp. Gubernur Jakarta Fauzi Bowo (Bang Foke). Semoga eksistensinye dan kebersamaan serta silaturahminye Temen-temen PS. Cahaya Pusaka Putra Betawi tetep kejage, apa lagi silaturahmi ke Guru Kite bersame Bp. Haji Dumyati (Bang Dudung) selaku Pembina PS. Cahaya Pusaka Putra Betawi, kapan ye kite bisa sama-sama lagi kyk gito, kan keliatan tuh kebersamaannye. Orang yang di sebut JAGO bukan yang bisa ngalahin banyak orang atau pegang banyak pasar, tapi orang yang JAGO adalah orang yang bisa mengendalikan hawa nafsunye sendiri, orang yang gampang sekali nafsu/sedikit-sedikit marah berarti udeh dikendaliin sama iblis/syaithon, makanye kalo orang yang gampang sekali emosi die kaga bisa bedain mana yang salah dan benar, karena sudah tertutup mata hatinye. Buat temen-temen PS. Cahaya Pusaka Putra Betawi, maju terus buktikan bahwa SILAT bukan untuk menjadi seorang JAGOan tapi SILAT untuk belaDIRI dan SILATURAHMI karena SILAT tanpa SILATURAHMI bagai MENULIS DI ATAS AIR. By. Daryan Reborn, Betawi, 01-05-2011

BETAWI I LOVE YOU















I LOVE BATAVIA

Hidup cuma satu kali karena itu harus diberi arti. Di ambang batas kehidupan yang merupakan pintu kematian, tak ada yang bisa kita lakukan kecuali mempasrahkan diri untuk menghadapi pengadilan yang paling adil dari yang Mahaadil dari arti hidup kita. Selama menikmati karunia kehidupan, arti kita dalam kehidupan apakah positif ataukah negatif. Apakah kehidupan kita memiliki manfaat untuk orang lain, atau kehidupan kita merupakan benalu bagi kehidupan orang lain?

Hidup di era globalisasi ini banyak manusia yang cenderung pada mencari ‘pembenaran’ dan bukan mencari ‘kebenaran’ yang hakiki dalam mengarungi hidup dan kehidupan. Tak sedikit di antara kita yang sudah tidak tahu lagi makna kebenaran yang hakiki akibat sudah tergiur dengan ‘iming-iming’ yang selalu menggiurkan dalam tatanan kehidupan kita yang sudah terbius pada paham hedonis, mengagung-agungkan kehidupan duniawi semata.

Alhasil, saat ini, dalam konteks kebebasan untuk menyampaikan aspirasi maupun kritik untuk membangun SDM secara mikro maupun bangsa ini secara makro banyak yang belum sesuai antara harapan dan kenyataan. Semuanya terasa hambar di antara banyak semboyan dan slogan tanpa realisasi konkret yang digembar-gemborkan. Hanya isapan jempol semata. Cuma kuah doang tanpa isi.

Intinya, banyak di antara kita yang belum dapat berpikir secara proporsional dalam berbagai hal. Dalam mayoritas benak kita yang ada semata-mata hanya kepentingan pribadi yang berkiblat pada rupiah. Apapun yang kita lakukan selalu termotivasi pada UUD alias ujung-ujungnya duit! Apakah seperti itu pula pola pikir kita aktif di Ormas Betawi? Insya Allah, tidak!

Wahai para saudaraku, khususnya kaum Betokaw, kita sudah diberi kesempatan untuk menjadi ‘pemain’ atawa ‘pemeran utama’ dalam kehidupan di Jakarta yang merupakan tanah warisan para leluhur kita. Inilah saatnya kita berbuat. Sekarang waktunya untuk kita action dengan menjadi juragan di kampung kita sendiri. Janganlah kita bersikap seperti penonton saja dengan membutakan mata, dan jangan menulikan telinga.

Buka mata dan telinga. Lihat, dengarkan, dan rasakan jeritan maupun rintihan masyarakat Betawi khususnya dan masyarakat Jakarta pada umumnya. Jangan biarkan mereka menjadi korban dari pembodohan dan pembohongan public yang hampir setiap saat dijejalkan kepada mereka oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Orang=orang yang rela ‘menjual’ kaumnya, kaum Betawi, demi kepentingannya pribadi.

Saya teringat pada perkataan seniman serba bisa dari tanah Betawi Bang H. Benyamin Sueb dalam lakonnya sebagai ‘Babe’ di sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan’. Katanya, “Doel, percuma elu gue sekolain tinggi-tinggi kalo akhirnye jadi supir doang. Babe pengen elu jangan kemane-mane, Doel. Ini kampung halaman elu. Lu bangun ni kampung lu agar kita orang Betawi tidak dicap sebagai orang-orang yang ketinggalan jaman!”

Substansi dari perkataan itu adalah bagaimana kita selaku anak Betawi diminta untuk berbuat kebajikan dalam berbagai hal dengan tujuan untuk kebaikan diri kita sendiri dan untuk orang lain. Bukan cuma buat kepentingan kita atau kelompok kita doang! Yang jadi pertanyaannya sekarang, apa yang sudah kita (sebagai masyarakat Betawi yang aktif di Ormas Betawi) lakukan untuk kemajuan kita dan kemajuan saudara-saudara kita yang lain.

Ormas Betawi oh Ormas Betawi, akan dibawa kemana engkau oleh para pemimpinmu? Janganlah kemuliaan perjuangan dalam merealisasikan misi visimu luruh begitu saja akibat SDM dari pendukungmu yang enggan meningkatkan wawasan dan pengetahuannya karena selalu sibuk mengurusi kepentingan pribadinya. Jikalau ada orang-orang yang memanfaatkanmu sebagai power show demi kepentingan sesaat dan jangka pendek, alangkah tragisnya nasib kaum Betawi yang aktif di Ormas Betawi. Akan sirnalah harapan dan pupuslah angan-angan warga Betawi yang ingin bisa terangkat harkat dan martabatnya secara kaffah.

Sebagai warga Betawi dan aktivis Ormas Betawi, kita memiliki tugas mulia guna mencapai cita-cita para leluhur yang telah banyak berkorban baik jiwa, raga, dan harta demi kebesaran dan kejayaan kaum Betawi khususnya, dan masyarakat Jakarta pada umumnya. Ingatlah perjuangan Bang Pitung, Bang Ji’ih, Bang Jampang, Bang Husni Thamrin, Bang Ismail Marzuki, dan masih banyak lagi pejuang-pejuang lain yang tak mungkin kita sebutkan satu per satu.

Janganlah kita hanya bisa menikmati hasil jerih payah dan pengorbanan mereka. Janganlah mengecewakan mereka. Kita harus meneruskan perjuangan yang sudah dirintis oleh para leluhur kita guna mengangkat harkat dan martabat kaumnya, kaum Betawi. Insya Allah, kita semua mempunyai harapan yang sama agar aktivis Ormas Betawi ke depan benar-benar memiliki SDM yang dapat diandalkan dan berguna untuk orang banyak. (Betawi Post)

Pencak Silat Cahaya Pusaka Putra Betawi dari tahun 1970 hingga tahun 2011. dulu nama PSnye kalo kaga salah PS. CAHAYA PUSAKA ganti menjadi PS. CAHAYA PUSAKA CINTA WARGI trus ganti lagi jadi PS. CAHAYA PUSAKA PUTRA BETAWI hingga sekarang. semoga apa yang dicita-citakan guru kita dapat terwujud dan terlaksana amien-amien ya robbal alamien..

Jumat, 20 Maret 2009

BETAWIE PUNYA SILAT


BERBICARA mengenai cabang olahraga pencak silat, Jakarta dikenal sebagai gudangnya. Sejak dahulu di Jakarta banyak ditemukan alairan-aliran pencak silat yang sangat popular di penjuru Nusantara, bahkan dunia.
Salah seorang legenda pesilat (jawara) Betawi yang selalu menjadi buah bibir masyarakat adalah Si Pitung, jagoan yang antikolonialisme.
Mengenang pencak silat Betawi tidak terlepas dari sejarah perkembangan dan dinamika Jakarta tempo doeloe. Sejak dahulu Jakarta sudah menjadi kota kosmopolitan tempat di mana pertemuan berbagai ragam budaya, suku bangsa, hingga bangsa lain seperti Arab, Melayu, India, China, Portugal, Belanda, dan lain-lainnya.
Sejak Sunda Kelapa dikuasai oleh pasukan Demak yang dipimpin Fatahillah (1527), lahirlah Jayakarta, yang saat ini setiap tahun diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta pada tanggal 22 Juni. Perjalanan panjang sejarah Jakarta berimpilikasi pada masyarakat yang mendiaminya.
Menurut Antropolog Universitas Indonesia, Yasmin Zaki Shahab, diperkirakan etnis Betawi terbentuk sekitar tahun 1815-1893. Oleh sebab itu orang Betawi sebenarnya terhitung sebagai pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lainnya yang sudah terlebih dahulu hidup di Jakarta seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, dan Melayu.
Betawi memang terkenal dengan tokoh-tokoh persilatan hingga aliran jurus (maenan) yang digunakan seperti Cingkrik, Gie Sau, Beksi, Kelabang Nyebrang dan merak Ngigel, Naga Ngerem, dan sebagainya.
Keragaman aliran silat Betawi turut diwarnai oleh latarbelakang silat dari daerah lain, seperti silat aliran Sahbandar, Kuntao (China) dan beberapa aliran silat dari Sunda. Proses asimilasi mendapatkan nama aliran ataupun perkumpulan baru. Nampaknya ciri khas dan latar belakang betawi tetap kuat mewarnai gerakan jurus-jurusnya.
Seperti Mustika Kwitang yang berdiri Kampung Kwitang, Jakarta Pusat, salah satu tokohnya adalah H Muhammad Djaelani, yang lebih dikenal dengan sebutan Mad Djaelani. Ilmu silat Mustika Kwitang, kini diwariskan pada cucunya, sekaligus muridnya, H Zakaria.
Akulturasi Ilmu Silat dari China dengan Betawi bukan hal yang aneh misalnya silat Beksi, atau bek (Pertahanan) dan Sie (Empat) yang artinya pertahanan empat arah. Tiga pendekar Beksi (H Gozali, H Hasbullah, dan H Nali) dan seorang China bernama Ceng Ok, mengembangkannya di Betawi (Jakarta). Diperkiraan, aliran Beksi merupakan Silat Betawi yang paling luas penyebarannya di Jakarta saat ini.
Kemajemukan ini pula yang menyebabkan terjadinya pertukaran seni, budaya, adat istiadat hingga ilmu bela diri yang berkembang saat itu atau yang lebih populer dengan istilah “Maen Pukulan” (silat).
Silat diperkirakan sudah ada sejak abad ke-16 di mana masyarakat setempat (Jayakarta) pada masa itu sering mempertunjukkan seni silat di saat pesta perkawinan atau khitanan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa silat tidak hanya berfungsi sebagai ilmu bela diri namun sudah menjadi suatu produk sosial, seni budaya yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
Pencak Silat telah mewarnai kehidupan masyarakat Betawi, di mana silat atau maen pukulan adalah hal yang wajib dipelajari. Silat Betawi terkenal dengan aliran-alirannya yang merunut pada asal kampung atau daerah perkembangannya.
Hal ini menurut antropolog Parsudi Suparlan, “bahwa masyarakat betawi dalam pergaulannya sehari-hari, lebih sering menyebut dirinya berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, orang Tanahabang, atau orang Rawabelong”.
Karena pada saat itu, kesadaran sebagai masyarakat Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu belum begitu mengakar. Baru pada tahun 1923 Moh Husni Thamrin dan tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkumpulan Kaum Betawi di masa Hindia Belanda, menyadarkan segenap orang Betawi sebagai sebuah golongan (kelompok etnis sebagai satuan sosial dan politik yang lebih luas) sebagai golongan orang Betawi.
Betawi memang dikenal memiliki banyak cerita dan kenangan di dunia pencak silat. Konon kabarnya di Jakarta terdapat ratusan aliran silat. Si Pitung atau Sabeni dari Tanahabang hanyalah dua kisah dari sekian banyak legenda superioritas jawara-jawara Betawi zaman silam. Di tengah-tengah masyarakat Betawi pun muncul semacam keyakinan, bahwa memperdalam pencak silat adalah salah satu upaya memelihara warisan leluhur.
Si Pitung yang menjadi kisah heroisme jawara Betawi zaman silam adalah pesilat dari aliran Cingkrik (www.silatindonesia.com). Pitung berasal dari kampung Rawabelong, Kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat, belajar silat dan mengaji dari H Naipin.
Kepandaiannya bermain silat menjadikan Pitung cukup terkenal karena keberaniannya untuk membela rakyat kecil, dengan cara “merampok” orang Belanda. Pitung memberikan hasil rampasannya tersebut kepada orang-orang miskin yang membutuhkan.
Demikian dikemukakan Margreet van Till (Belanda) dalam makalah/disertasinya, In Search of si Pitung, the History of an Indonesia Legend (1996), sepak terjang Pitung menjadikan dia sebagai incaran Belanda. Karena penghianatan kawan seperguruannya, Pitung ditembak mati oleh Schout Van Hinne terjadi pada 16 Oktober 1893. Ia lalu dibawa ke rumah sakit dan esoknya meninggal dunia (17 Oktober).
Beritanya dimuat dalam Hindia Olanda (edisi 18 Oktober 1893), pada usia yang muda, sehingga menurut cerita, Pitung belum sempat berkeluarga.
Kisah Pitung adalah kisah jawara aliran silat Cingkrik Betawi. Konon, selain Cingkrik, Betawi juga masih memiliki sekitar 300 aliran silat. Namun data yang kini terdapat di PPS Putra Betawi dari ratusan aliran silat Betawi, kini hanya tersisa 50 aliran. Cingkrik adalah salah satu yang masih bertahan.
Permainan silat Cingkrik dikenal dengan cukup khas sebagai silat betawi pada umumnya. Perkembangan silat cingkrik ini pun telah membias ke pelosok-pelosok kampung Betawi, sehingga aliran ini memiliki banyak turunannya (aliran).
Salah satu turunan antara cingkrik dan Cimande adalah aliran Cingkrik Goning, yang merupakan silat Betawi warisan dari Engkong Goning yang merupakan pejuang kemerdekaan dari wilayah Kedoya.
Ilmunya kemudian diturunkan kepada Usup Utay, yang kemudian menurunkan kepada mantunya yaitu Tb Bambang. Silat Cingkrik secara umum terbagi dua, yaitu Cingkrik Goning dan Cingkrik Sinan. Perbedaannya ialah Cingkrik Sinan menggunakan “ilmu kontak” sementara Cingkrik Goning hanya mengandalkan kelincahan fisik. Cingkrik selalu berusaha untuk masuk dan mengunci lawan, jadi tidak banyak berlama-lama bertukar pukulan atau tendangan.
Cingkrik sangat mengandalkan kekuatan tenaga dalam. Salah satu aliran silat tertua di Betawi ini bernaung di bawah organisasi silat Persatuan Pencak Silat (PPS) Putra Betawi, organisasi yang didirikan pada tahun 1972.
Gagasan membentuk wadah bagi silat aliran betawi muncul dengan tujuan mempersatukan pesilat Betawi. Wadah ini menjadi semacam forum komunikasi bagi pesilat Betawi, agar dapat terus mempertahankan warisan budaya leluhur tersebut.
Menurut data dari Silat Indonesia.com, saat ini terdapat lebih 50 aliran atau perguruan silat yang bernapaskan silat Betawi, dan memang tidak semua aliran silat ini bisa dijangkau seketika. Harus ada proses sosialisasi dan pendekatan yang berkelanjutan, inipun beberapa silat yang bernaung dibawah Putra Betawi mulai menghilang dari Jakarta.
Proses penelusuran guna menghidupkan beberapa perguruan dilakukan melalui beberapa cara, antara lain Kejuaraan Internal Silat Betawi dan melalui Festival Silat Betawi. Tujuannya adalah untuk memantau perkembangan silat betawi agar tetap hidup walaupun tidak sepopuler pada masa lalu. (Ahmad Fahir)
Di Publikasi oleh : Koran Jurnal Nasional
Source : Yanweka / Silatindonesia.com